Fasilitas kesehatan di Kaltim kini sudah kian memadai. Pekerjaan rumahnya hanya tinggal meningkatkan pelayanan. Juga bagaimana sebaran tenaga kesehatan jadi merata.
Bang Rusman – Sudah enam tahun terakhir, Muslim Usman menjadi “pelanggan” RSUD dr Kanujoso Djatiwibowo (RSKD) Balikpapan. Pria yang kini berusia 70 tahun itu menderita penyakit jantung. Selama enam tahun itu dia sudah menjalani empat kali pemasangan ring jantung.
“Namun saat operasi kelima pemasangan ring gagal. Saya pun oleh dokter diminta menjalani bypass (bedah jantung terbuka),” ungkap Muslim di sela Seminar Ilmiah dalam peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke-59 di RSKD Balikpapan, Kamis (9/11) lalu.
Nasib baik menghampirinya. Tanpa perlu menunggu lama, RSKD Balikpapan yang baru saja membuka layanan operasi bedah pintas arteri koroner pada 29 September lalu mengoperasinya.
Muslim menjadi pasien kedua, setelah Toto, warga Balikpapan berusia 63 tahun, pasien bypass pertama yang juga berhasil pulih pasca menjalani operasi
“Hari ini (Kamis) tepat 20 hari saya berhasil menjalani operasi. Alhamdulillah badan terasa lebih sehat. Meskipun ada sedikit nyeri, namun biasa. Dan makin bersyukurnya, biaya operasi dan perawatan sejauh ini ditanggung BPJS Kesehatan,” ungkap Muslim yang sempat menunjukkan areal dada yang ditutupi perban.
Sementara itu, Kepada Bidang Pelayanan Medis RSKD Balikpapan dr Arisanti Irawati Marhabang menyebut, layanan bedah jantung terbuka memang menjadi layanan teranyar milik RSKD Balikpapan.
Melengkapi pelayanan yang sama yang sudah dimiliki RSUD Abdoel Wahab Sjahranie (AWS) Samarinda. Dengan lengkapnya layanan di kedua rumah sakit milik Pemprov Kaltim itu pun, mampu mengurangi daftar tunggu pasien.
“Sebelumnya, pasien harus kami rujuk ke AWS. Namun, kini masyarakat Balikpapan dan sekitarnya bisa langsung ke RSKD. Bahkan, pasien kami datang dari Sulawesi Barat dan daerah selatan Kalimantan,” ucap dr Ari.
Untuk meningkatkan pelayanannya, RSKD Balikpapan dengan bantuan anggaran dari Pemprov Kaltim pun tengah membangun gedung pusat layanan jantung terpadu. Peletakan batu pertama telah dilaksanakan pada 5 Juni lalu.
Pembangunan gedung ini dilakukan dua tahap. Pertama, meliputi pekerjaan struktur gedung enam lantai plus kolom dan pekerjaan struktur gedung parkir (lantai basement plus kolom).
Diketahui, pembangunan itu memiliki nilai kontrak untuk tahap awal mencapai Rp 95,8 miliar dari APBD. Secara keseluruhan atau full scope (struktur sampai finishing) diperlukan dana sekitar Rp 357 miliar. Dengan target pada Desember telah setelah struktur gedung. Sehingga, tahun depan sudah bisa rampung 100 persen.
“Karena itu di HKN ke-59 ini, kami mengadakan seminar ilmiah untuk mengenalkan layanan unggulan apa saja yang ada di RSKD. Dengan begitu, masyarakat Balikpapan tidak perlu lagi jauh-jauh ke luar daerah untuk berobat. Karena pasti biaya di luar pengobatan itu juga lebih besar,” ucap dr Ari.
TRANSFORMASI PASCA-COVID-19
Kepala Dinas Kesehatan Kota (DKK) Balikpapan dr Andi Sri Juliarty menyebut, daerah seperti Balikpapan kini memegang peranan penting dalam mendukung program Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Untuk melakukan transformasi kesehatan setelah Covid-19.
“Sejak terpuruk pascapandemi Covid-19, kementerian meminta daerah-daerah untuk bisa berakselerasi dalam hal peningkatan layanan-layanan yang dikembangkan di berbagai fasilitas kesehatan (faskes) baik milik pemerintah maupun swasta,” ucap Dio, biasa disapa.
Untuk itu, pihaknya dalam HKN ke-50 menyurati semua faskes untuk membuat seminar ilmiah. Bertujuan, selain mengenalkan layanan unggulan faskes tersebut, juga mengedukasi masyarakat tentang kesehatan. Namun yang terpenting, kata Dio, masyarakat mampu dan mudah mengakses layanan yang ada di faskes, utamanya di Balikpapan.
“Terpenting juga faskes baik dari rumah sakit, Klinik hingga puskesmas bisa meningkatkan kualitas pelayanan mereka. Khusus di puskesmas yang menjadi ranah dinas kota, peningkatan pelayanan ini di antaranya dengan akreditasi,” ujar Dio.
Disinggung apa yang masih menjadi persoalan kesehatan di Balikpapan, Dio mengakui masih adanya ketimpangan sumber daya manusia khususnya dokter. Meski secara jumlah cukup, namun secara distribusi tidak merata. Banyak menumpuk di rumah sakit besar seperti RSKD Balikpapan.
Sementara, untuk faskes yang baru buka kesulitan menyediakan layanan karena kekurangan tenaga dokter. “Kami mengimbau kepada rumah sakit atau Klinik yang baru buka, setidaknya memiliki dokter sendiri.Jangan berharap mengambil dokter dari rumah sakit atau Klinik lain,” ujarnya.
PERBAIKI MENTAL PELAYANAN
Meski secara fasilitas, peralatan dan sumber daya tenaga kesehatan di Kaltim sudah cukup maju, namun sorotan datang kepada mental pelayanan tenaga kesehatan. Hal itu diungkapkan anggota Komisi IV DPRD Kaltim Rusman Ya’qub yang masih mendengar keluhan dari masyarakat soal akses dan layanan faskes.
“Banyak hal yang harus kita refleksi di HKN tahun ini. Soal pertama adalah pelayanan kesehatan kita. Di mana saya masih mendengar masyarakat harus antre lama jika berobat di fakes. Belum lagi sikap dan mental pelayanan yang harus diperbaiki. Terutama kepada pasien peserta BPJS Kesehatan. Sehingga, masih ada istilah ‘orang miskin dilarang sakit’,” jelas Rusman.
Rusman juga menyinggung soal penyakit tengkes atau stunting, yang kini menjadi tajuk utama penanganan kesehatan secara nasional. Pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan, baik di provinsi maupun kabupaten kota di Kaltim Kini sibuk dalam menurunkan angka tengkes. Lantaran prevalensi tengkes di Kaltim naik 1,1 persen.
Awalnya 2021 sebesar 22,8 persen. Pada 2022 tembus 23,9 persen. “Namun tanggung jawab stunting ini ‘kan bukan hanya ranah Dinas Kesehatan saja. Itu hanya hilirnya. Karena di hulunya, risiko stunting muncul sejek pranikah,” ujarnya.
Politikus PPP kemudian menghubungkannya dengan masih rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) masyarakat Kaltim. Yang sampai saat ini belum menjadikannya sebagai budaya. Padahal, PHBS menjadi salah satu faktor utama mendukung pembangunan kesehatan dasar di masyarakat.
“Harusnya basis pembangunan Kesehatan kita sudah pada level orientasinya ke kesehatan masyarakat dan lingkungan. Tidak lagi pada pengobatan atau penyembuhan penyakit atau pelayanan kesehatan yang sifatnya kuratif,” ujarnya.
Sehingga menurutnya, harus ada pembaruan strategi dari pemerintah. Yang saat ini tampaknya lebih fokus dalam pembangunan infrastruktur dan fasilitas kesehatan, Sementara di lapangan, masyarakat masih terjebak dalam gaya hidup tidak sehat dan mendapatkan pelayanan yang belum prima.
“Ya meski saat ini masih terdapat ketimpangan infrastruktur utama di daerah terpencil dan pinggiran. Karena itu, pentingnya revitalisasi yang dilakukan pemerintah saat ini utamanya kepada puskesmas. Namun, yang paling penting adalah bagaimana masyarakat menjadikan hidup sehat sebagai budaya, dan mendapatkan pelayanan berkualitas di faskes itu,” beber Rusman.
Di sisi lain, dirinya juga mendorong bagaimana menimbulkan kebanggaan kepada masyarakat atas tersedianya layanan kesehatan di daereh asal. Karena saat ini masih ada, terutama kalangan menengah atas, yang memilih berobat ke luar daerah atau bahkan ke luar negeri karena merasa bangga bisa dirawat di sana.
“Membanggakan dokter di luar sana dibandingkan dokter kita. Merasa terangkat status sosialnya ketika bisa berobat ke luar negeri. Itu juga seharusnya harus ada pembenahan, Juga soal perlindungan kepada tenaga kesehatan kita, ini juga penting,” ujamya.